Mantan sopir Andi Nurpati, Aryo, mengaku bahwa mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arsyad Sanusi, pernah menerima Andi di ruang kerjanya. Tepatnya, di lantai 12 Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Hal tersebut diungkapkan Aryo saat bersaksi di hadapan majelis hakim di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 27 Oktober 2011. Ia juga mengaku pernah diminta Andi Nurpati untuk mengantarkan setumpuk dokumen ke ruang kerja Arsyad Sanusi.
"Saya lagi ngopi di kantin MK, terus bu Andi telepon bilang 'Yo, tolong kamu naik ke lantai 12, ruang Pak Arsyad'," ujar Aryo membeberkan kejadian tersebut.
Saat berada di lantai 12 Gedung MK, kata Aryo, ada perempuan yang menemuinya dan meminta menunggu. Kemudian perempuan itu memberitahu Andi Nurpati bahwa stafnya sudah datang.
"Setelah Bu Andi keluar, saya langsung kasih dokumen itu terus turun," katanya.
Aryo mengaku tidak mengetahui apa isi dokumen tersebut. Namun dokumen tersebut diberi sebuah amplop besar resmi milik KPU.
"Dokumennya tebal. Amplopnya amplop KPU. Saya tidak tahu apa isinya," ujarnya.
Pertemuan tersebut, ungkap Aryo, dilakukan sebelum tanggal 14 Agustus 2009. Bahkan pada 13 Agustus 2009, ia pernah mengantar Andi untuk menghadiri acara ulang tahun kontitusi di Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya, Pelaksana Staf Tata Usaha Komisi Pemilihan Umum (KPU), M .Sugiarto, mengaku diperintahkan oleh mantan Komisioner KPU Andi Nurpati. Perintahnya untuk mengetik surat permintaan penjelasan berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai daerah Pemilihan Sulawesi Selatan.
Tak hanya itu, mantan sopir Andi Nurpati, Aryo, mengaku pernah diminta berbohong oleh sang majikan. Ini terkait lokasi penerimaan surat jawaban dari Mahkamah Konstitusi (MK).
Kasus ini bermula dari dugaan pemalsuan yang dilakukan Andi Nurpati, yang saat itu menjabat sebagai anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum). Ia diduga merekayasa surat yang memenangkan Dewi Yasin Limpo, politikus Partai Hanura. Padahal sebenarnya, MK 'memenangkan' Mestariyani Habie, politikus Partai Gerakan Indonesia Raya.